- Back to Home »
- cerpen »
- Penggambaran watak tokoh dalam cerpen.
Posted by : Budak Melayoe
Rabu, 22 April 2015
Mencoba Belajar menggambarkan Watak tokoh dalam sebuah cerpen
*Budak Melayoe
haha.. lagi-lagi masih belajar :)
Hari ini tanggal 7 Maret, hari pertama
ia masuk sekolah baru. Khumairah mengenakan kerudung nya bersiap-siap hendak
menuntut ilmu. Gadis muslimah ini baru saja pindah dari Pondok Pesantren Dar El
Hikmah,Pekanbaru, tempat nya bersekolah dulu. Namun siapa duga, Khumairah
justru pindah ke sekolah negri SMA Negri 01 Koto Gasib, Siak. Atsmospher yang
justru berbanding terbalik dengan sekolah nya dulu. Ini bukan kehendaknya,
melainkan kehendak sang ayah yang inginkan khumairah menjadi seorang dokter.
Khumairah malah lebih senang dengan suasana pondok pesantren nya dulu, tenang,
damai, penuh dengan nuansa religious dibandingkan dengan kelasnya yang sekarang,
sesak, bising, perempuan dan laki-laki yang bercampur dalam satu ruangan, serta
beberapa yang tidak berhijab. Membayangkan nya saja Khumairah sedih.
Setelah melakukan beberapa persiapan,
mengenakan kaus kaki dan manset tangan nya, Khumairah tak lupa salim kepada
Ayah dan Ibu nya. Dengan menggunakan sepeda ia pun berangkat dengan niat
menuntut ilmu. Sambil mengayuh sepeda gadis bertubuh pendek dan kecil ini
melantunkan ayat-ayat indah, kalam Allah, beberapa penggalan ayat Al-Quran yang
ia hafal di sekolah nya dulu. Bibir mungilnya begitu fasih mengucapkan
kalimat-kalimat indah itu. Dengan hati-hati ia memarkirkan sepeda nya di
samping beberapa sepeda anak-anak lainnya. Tak lupa ia ucapkan Basmalah sebelum
meninggalkan sepedanya. Itu pun sudah menjadi kebiasaan gadis berkulit terang
ini sejak masuk ke pesantren.
Sesampai di kelas barunya, Ia langsung
disambut dengan senyuman dari
kawan-kawan baru nya ini. “Asslamualaikum, Khumairah.” Seru dari salah seorang
siswi dari bangku pojok disalah satu sudut ruangan kelas. “Alaikumsalam” jawab
Khumairah tak lupa sertakan senyum nya, teman ini membalas dengan senyum
bersahabat. Terlihat dari wajah ramah dan santun, juga mengenakan kerudung
seperti dirinya, kulit sawo matang nya membuat nya terlihat lebih manis dengan
senyum itu. pikir Khumairah. Tanpa banyak tingkah Khumairah langsung
menghampiri dan menyalaminya. “Khumairah” kata nya. “Jannah, Raudhatul Jannah.
Panggil saja Jannah” kata sang gadis membalas jabat tangan Khumairah dan
langsung mempersilahkan nya duduk. Tak lama berselang, beberapa anak berlarian
masuk kelas ada yang sambil membawa serta gitarnya, ada yang sambil
mendengarkan ipod mini nya, melenggang masuk kelas dengan beberapa tarian kecil,
dan ada pula yang bercerita bersama beberapa teman nya, yeah pastinya itu para
gadis kalau bukan siapa lagi yang suka bergosip ria, apa lagi yang diceritakan
adalah actor-aktor korea yang tak dikenal nya. Melihat tingkah teman-teman
kelasnya ini Khumairah tertawa kecil, merasakan kelucuan namun juga aneh.
Mengapa mereka lebih memilih kegiatan itu dibandingkan membaca beberapa buku
pelajaran yang akan dimulai atau membaca Al-Quran misalnya? Itu lebih jauh
bermanfaat, batinnya. “hemm, itulah mereka” kata Jannah sambil melirik
Khumairah. Tak disangka ternyata teman semeja nya ini memperhatikan nya dan
mengetahui apa yang ia pikirkan. Hahaa.. Sambil tersenyum kecil Khumairah
mengeluarkan beberapa buku dari dalam tas nya.
Sontak kelas hening seketika. Ternyata
kedatangan seorang guru sejarah membuat mereka diam seribu bahasa. Setelah
diperhatikan, ternyata guru ini berperawakan tegas. Dengan alis mata tebal kaku
menandakan bahwa beliau tak kenal kompromi. Muka dengan postur rahang sedikit
berbentuk petak terlihat seperti tak suka basa-basi. Badan tegap, tinggi dan
pundak lebar menambah kesan gentle pada dirinya. Sontak Khumairah terkejut
mendengar suara beliau yang lantang bukan kepalang saat membuka pelajaran. Pak
Agus, begitu anak-anak memanggilnya. Sepertinya aku harus berhati-hati dengan
beliau jika tak ingin berurusan dengan mata hitam nan tajam itu, batin
Khumairah dalam hati.
Pelajaran pertama selesai, lanjut
pelajaran kedua, Kimia. Kali ini yang masuk seorang wanita muda, usia sekitar
dua puluhan, 26 mungkin. Siswa pun terlihat sedikit santai saat ini. Beberapa
gurauan siswa lontarkan kepada sang guru. Sedikit kurang sopan bagiku, tapi
guru ini tak menghiraukan, malah sekali-sekali menjawab dan membalas gurauan
siswa tadi. Kini kelaspun menjadi agak ribut. Bertubuh mungil kecil sang guru
terlihat lucu. Senyum imut beliau juga membuat tegang nya pelajaran sebelumnya
sirna. Andai beliau berkerudung pasti bu guru terlihat lebih anggun, batinnya
lagi. “Beliau seorang budhist” gumam Jannah pelan, hingga hanya Khumairah saja
yang mendengarnya. Lagi-lagi ia membaca pikiranku, Khumairah membatin. Baru ia
sadari bahwa mata sipit sang guru disertakan kulit putih khas orang tionghoa
menegaskan ras dan asal muasal keluarganya.
Talent : Ulfa